TEMPO.CO, Jakarta - Riuhnya media sosial dan keberatan masyarakat tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan ternyata tak luput dari perhatian Istana. Dinamika yang berkembang di masyarakat mengenai kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) di tengah pandemi Covid-19 menjadi pembahasan internal.
“Kita lagi cek juga diktum keputusan MA atas Perpres sebelumnya,” kata juru bicara Presiden Joko Widodo bidang hukum Dini Purwono saat dihubungi, Rabu 13 Mei 2020.
Namun, Dini tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Seperti diketahui, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS telah diteken Presiden Jokowi Selasa 5 Mei 2020, dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada Rabu pekan lalu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartaro mengatakan bahwa iuran BPJS Kesehatan naik guna menjaga keberlangsungan operasional jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat. “Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, ini untuk menjaga keberlanjutan BPJS Kesehatan,” katanya usai rapat terbatas melalui telekonferensi dengan Presiden Joko Widodo, Rabu 13 Mei 2020.
Meskipun naik, Airlangga mengatakan BPJS Kesehatan tetap akan mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dua sumber pendanaan ini diperlukan untuk menjamin keberlanjutan jaminan kesehatan masyarakat.
Adapun, Perpres Nomor 64 Tahun 2020 adalah perubahan kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018. Pepres ini mengatur perubahan besaran iuran dan adanya bantuan iuran bagi peserta mandiri oleh pemerintah. Peserta mandiri tersebut mencakup peserta di segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).